Hari ini, dalam perjalanan menuju LBH Jakarta, aku membeli koran Tempo. Ada artikel Novriantoni “Ketika Kaum Fundamentalis Merasuki Birokrasi.”
Aku baru tahu. Ternyata, pada 27 November yang lalu, di Malang telah terjadi peristiwa “penting”. Seorang cendekiawan Mesir, Nasr Hamid Abu Zayd, dilarang menjadi pembicara dalam Seminar internasional tentang Islam di Universitas Islam Negeri Malang.
Guru besar studi Islam di Universitas Leiden, Belanda, tersebut datang atas kerjasama antara Universitas Leiden dan Departemen Agama. Tetapi, yang menjegal juga Depag. Dan pesan pelarangan itu baru disampaikan saat Abu Zayd sampai di Surabaya.
Konon, penjegalan itu dilakukan atas nama Menteri Agama Ri karena desakan “masyarakat Islam tertentu”. Sebuah tekanan yang diatasnamakan “Islam” atau “masyarakat Islam” yang biasanya dibarengi dengan ancaman pengacauan ternyata efektif untuk mendorong agenda intoleransi.
Catatan Abu Zayd atas peristiwa itu: ini adalah sebagian pertanda fundamentalisme yang mulai merasuki birokrasi. Kehidupan sosial keagamaan di masyarakat terkontaminasi oleh iklim teror dan semangat intoleransi. Ini adalah sebuah terorisme sosial yang tak kalah bahaya dibandingkan terorisme aktual atau terorisme negara.
***
Duh, premanisme semakin mewabah. Sekarang malah memasuki wilayah universitas dan akademis yang memiliki tradisi perdebatan ilmiah dan berbeda pendapat yang panjang.
Filed under: Diari, intoleransi, religi | Tagged: agama, intoleransi, islam, Nasr Hamid Abu Zayd, religi, UIN Malang |
Tinggalkan Balasan